Laki-laki atau Wanita

Beberapa hari yang lalu saya mendapat sebuah pertanyaan yang cukup menggelitik dari seorang teman melalui email. mana yang kau pilih teman laki-laki atau wanita? pertanyaan yang cukup sulit menurut saya. Kalau saya menjawab teman laki-laki maka jelas saya akan dibantai dengan berbagai pertanyaan yang tak akan pernah berhenti. Tapi jika saya menjawab wanita mungkin bisa jadi saya akan dijawab wedoan. Akhirnya saya membalas email teman saya dengan jawaban, aku akan pilih kedua-duanya.  Tidak setelah itu teman saya membalas dengan jawaban yang cukup membuat saya tercengang. Bagaimana tidak teman saya, yang saya tahu dia orang yang tidak bisa ditebak, menjawab, kau memang tidak bisa memilih teman, ya! dia menjelaskan dengan panjang lebar di bawahnya.  Teman wanita atau laki-laki tidaklah penting. Yang terpenting adalah mereka yang menjadi diri mereka.  Paling tidak jawaban tersebut membuat saya sedikit terhenyak. Perlu pembaca ketahui saat ini saya cukup dikenal sangat susah berdekatan denga wanita. Bukan berarti saya seorang gay. Tetapi sejarah kehidupan saya yang tidak terbiasa berteman dengan lawan jenislah yang membuat saya seperti ini. Saya yang terbiasa berteman hanya dengan laki-laki akhirnya kesulitan beradaptasi dengan sebagian orang yang ada di kelas di mana saya kuliah saat ini. Dengan perbandingan 5:1 sudah membuat saya cukup tidak berkutik. Memang ada beberapa orang yang saya bisa akrab karena kebetulan mempunyai kesibukan yang sama.  Perkataan teman saya akhirnya mau tidak mau membuat saya memikirkan tentang kelemahan saya. Dan sekali lagi ingatan saya kembali berkelana dengan peristiwa yang pernah saya alami. Bagaimana dulu saya yang di pesantren sangat jarang bertemu dengan wanita. Bayangan saya ketika itu adalah wanita itu menyusahkan. Tetapi saat ini saya mulai berpikir lain. Yang terpenting adalah mereka yang menjadi diri mereka. akhirnya saya mulai berpikir siapa sebenarnya wanita.  Kalau menilik dari surat Annisa ayat yang pertama dapat diketahui bahwa wanita pertama kali diciptakan dari jiwa yang satu untuk menjadi pasangannya. Entah mengapa jika saya membaca ayat ini ada pikiran pada diri saya yang terkadang memberontak, berarti wanita adalah bawahan para laki-laki! Apalagi diperkuat dengan ayat lain yang juga dari surat Al Quran yang menyatakan bahwa para laki-laki adalah pemimpin bagi para perempuan. Pemikiran seperti ini sering mendapat pertentangan dari kaum feminis. Mereka mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan adalah sejajar, sama. Sebenarnya pendapat ini bisa dikatakan benar walaupun tidak benar sepenuhnya.  Jawaban bahwa wanita dan laki-laki adalah sejajar adalah benar walaupun tidak tepat. Ada sebuah jawaban yang tepat sebenarnya adalah bahwa wanita dan laki-laki mempunyai tugas masing-masing yang tidak bisa selalu disamaratakan. Untuk menggambarkan hal ini saya akan mengambil contoh sebuah keluarga yang benar-benar membuat saya terkagum-kagum. Pasangan ini adalah pasang seorang ustadz sebuah pesantren terkenal di Jawa Timur. Ustadz tersebut, sebut saja Ustadz Muhammad, memberlakukan pembagian tugas dalam rumah tangganya. Yang dimaksud dengan pembagian tugas adalah bagaimana menciptakan rumah tangga yang harmonis dengan membuat kesepakatan-kesepakatan yang dilakukan bersama. Tidak sulit memang kalau hanya sebatas dipikir. Tetapi coba untuk dilakukan. Sangat susah! Kunci sebenarnya adalah masalah ego pribadi.  Dari sana akhirnya saya berkesimpulan bahwa wanita dan laki-laki adalah sama, dalam artian sama-sama mendapatkan tugas masing-masing. Seperti perkataan teman saya yang mengatakan Yang terpenting adalah mereka yang menjadi diri mereka.Memang susah! Saat ini saya ingin bertanya kepada pembaca semua terutama yang wanita, sudahkah anda menjalankan tugas anda masing-masing? Pertanyaan yang tidak perlu anda jawab cukup anda renungkan saja. Wallahualam bisshowab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

menunggu

Tuhan, Ijinkan Aku Berbohong